KABAR MADURA | Keberadaan keris menjadi daya tarik tersendiri bagi kolektor dan masyarakat umum. Pasalnya, keris tidak hanya bisa dijadikan sebagai koleksi, namun juga memiliki nilai supranatural dan filosofi yang tinggi. Tak ayal, jika keris menjadi ikonis bagi pemiliknya.
SAFIRA NUR LAILY, PAMEKASAN
Keris Gerre Manjeng, satu dari sekian keris asali Pamekasan yang memiliki nilai sejarah cukup tinggi. Keberadaan keris ini tak pernah lepas dari keris Joko Piturun yang ada kaitannya dengan pangeran Ronggosukowati.
Budayawan Pamekasan Arief Wibiseno mengatakan, keris Gerre Manjeng memiliki makna filosofi yang tinggi. Disebutkan, setiap bentuk dan corak yang ada di keris tersebut melambangkan karakter masyarakat Pamekasan. Bentuk bilah keris yang kaku dan lurus menggambarkan masyarakat Pamekasan yang berani, tidak mau diperintah oleh siapapun karena memiliki prinsip hidup.
Karakter itu ditunjukkan oleh Ratu Pamelingan bernama Nyai Banu, atau nenek dari Raden Aryo Seno yang bergelar panembahan Ronggosukowati, yang tidak mau bayar upeti pada pihak lain.
“Keberanian orang Pamekasan itu ada sejak neneknya (Nyai Banu). Karakter itulah yang ada di dalam keris ini. Keris, tidak hanya sebagai tontonan tapi juga menjadi tuntunan,” terang Arif.
Penggagas Rumah Budaya itu mengatakan, keris Gerre Manjeng juga mengandung supranatural. Salah satunya, seperti membuat linglung pencuri yang sedang merampok di rumah pemilik keris. Bahkan, keris tersebut juga menjadi anti peluru dan lainnya.
Sayangnya, keberadaan keris Gerre Manjeng itu kini sudah mulai punah. Kendati demikian, masih cukup banyak masyarakat yang tertarik dengan keris tersebut.
“Keris tidak hanya sebatas ditempa, tapi ada kekuatan mantra saat membuatnya. Jadi tidak bisa dimiliki sembarang orang,” papar empu keris itu.
Redaktur: Wawan A. Husna