KABAR MADURA | Seni kriya memiliki keunikan dan keindahan tersendiri. Meski terbilang mahal dan proses pembuatannya tidak mudah, namun mulai banyak digandrungi masyarakat, baik sebagai perajin ataupun kolektor.
SAFIRA NUR LAILY, PAMEKASAN
Seni kriya memiliki nilai jual yang cukup menjanjikan bagi perajinnya. Sebab produk seni kriya didesain seapik mungkin untuk mendapatkan karya yang indah. Hal itu digambarkan oleh salah seorang perajin kriya asal Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Kandarisman. Secara teliti, dia membuat replika karapan sapi untuk memenuhi pesanan klien.
Menurut Kandar, sapaan akrabnya, secara umum seni kriya adalah kerajinan tangan yang memiliki nilai seni. Bentuknya beragam, mulai dari replika sebuah ikon daerah, hasil daur ulang sampah, dan lainnya yang memiliki nilai manfaat tertentu.
“Sesuatu yang dihasilkan dari kerajinan tangan pada dasarnya bisa disebut seni kriya. Hanya saja yang membedakan, ada nilai seninya,” ungkapnya, Senin (20/1/2025).
Di Pamekasan sendiri, seni kriya sejatinya sudah ada sejak puluhan tahun silam. Namun, karena selama ini minim perajin yang menggelutinya, keberadaan seni kriya seolah tidak muncul ke permukaan. Lambat laun, seni kriya mulai berkembang lagi di Kota Gerbang Salam.
Kandar punya tantangan harus pintar dalam memilih objek karya yang akan dibuat. Kemudian memutuskan fokus pada objek kebudayaan, yakni membuat replika Arek Lancor, topeng gettak, replika karapan sapi, dan unsur budaya Madura lainnya.
“Rata-rata di sini yang unggul kerajinan batik. Untuk seni kriya semacam saya ini memang masih jarang,” tambah Kandar.
Menurutnya, yang membuat seni kriya mulai diminati karena memiliki daya tarik tersendiri. Sehingga, meskipun dibanderol harga yang cukup mahal, tetap digandrungi oleh masyarakat, utamanya kolektor karya seni. Begitupun dengan perajin, kini mulai bermunculan.
Kandar menuturkan, seni kriya perlu lestari di Pamekasan. Sebab hal itu bisa dijadikan sebagai salah satu pelestarian budaya lokal melalui replika yang dihasilkan.
“Produk dari seni kriya itu tidak cukup dibanderol Rp50 ribu, karena dari bahan mahal dan alat harus lengkap, serta prosesnya lumayan sulit. Tapi masyarakat sudah mulai banyak yang tahu tentang seni kriya ini,” tutupnya. (waw)