KABAR MADURA | Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) Area Lancor ricuh usai direlokasi ke Food Colony Sae Salera, Senin (20/1/2025). Kericuhan itu dipicu oleh beberapa PKL yang menuntut uang yang sempat dikumpulkan kepada ketua paguyuban. Mereka menuntut agar uangnya dikembalikan.
Salah seorang PKL Arek Lancor Helen mengatakan, tahun lalu, ada tarif sebesar Rp30 ribu yang harus dikeluarkan oleh setiap pemilik rombong. Tarif tersebut untuk pengurusan legalitas paguyuban PKL khusus di sekitar Arek Lancor agar mendapatkan payung hukum yang sah.
Namun, sejumlah PKL menduga ada yang menyelewengkan uang tersebut. Sehingga, mereka menuntut uang tersebut dikembalikan. Terlebih, mereka sudah tidak lagi berjualan di sekitar area Arek Lancor.
“Uang yang terkumpul waktu itu totalnya Rp3.750.000. Penarikannya satu kali. Kurang lebih ada 150 anggota waktu itu. Uang pungutan itu untuk pelegalan, agar tetap bisa berjualan dan dilindungi secara hukum,” terang PKL penjual burger asal Veteran Senin (20/1/2025).
Semenatara itu, mantan Ketua Paguyuban PKL Arek Lancor Ahmad Mohtar mengatakan, pihaknya tidak meminta pungutan biaya terhadap PKL dalam pengurusan legalitas tersebut. Uang yang terkumpul merupakan inisiatif dari setiap PKL.
Padahal, kata Mohtar, dirinya sudah berinisiatif untuk mengurus secara mandiri tanpa ada pungutan. Meski proses legalitas paguyuban itu tidak sebentar, ia mengklaim bahwa legalitas tersebut sudah terbit. Namun, bukti fisiknya dirobek.
“Dalam pengurusan legalitas paguyuban ke Kemenkumham itu, kami dikenakan biaya Rp2,8 juta. Tapi karena ada kekeliruan dalam pembuatan visi, misi dan lainnya. Jadi, ada perbaikan lagi. Kami tambah lagi Rp200 ribu. Total biaya yang dikeluarkan Rp3 juta. Sisanya, kami kembalikan. Legalitasnya terbit, tapi saya sobek karena ada isu penggelapan,” tutupnya. (nur/din).