KABAR MADURA | Usai dilakukan renovasi besar-besaran, Pasar Kolpajung mulai aktif beroperasi kembali mulai Agustus 2024 lalu. Namun dalam perjalanannya, mencuat ada kasus dugaan jual beli kios.
Dugaan itu mencuat ke publik setelah adanya sejumlah audiensi dan aksi demonstrasi yang ditujukan kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pamekasan. Bahkan, kini kasus dugaan jual beli kios itu resmi dilaporkan ke Polres Pamekasan dan sedang diproses.
Kepala Disperindag Pamekasan Basri Yulianto mengatakan, sejauh ini pihaknya tidak mendapatkan bukti konkrit atas dugaan tersebut. Dia dengan tegas mengungkapkan bahwa tidak ada praktik jual beli atau sewa menyewa kios di Pasar Kolpajung. Pasalnya, hal itu bertentangan dengan Perda Nomor 6 Tahun 2022 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan.
“Selama dugaan itu tidak dilengkapi dengan bukti autentiknya, itu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Jangan sampai dugaan itu hanya berasal dari katanya ke katanya,” ungkapnya saat ditemui Kabar Madura, Senin (4/11/2024).
Dalam regulasi yang berlaku, kata Basri, pedagang yang sudah terdata hanya memiliki hak pakai bukan hak milik. Oleh karena itu, tidak ada wewenang bagi pedagang untuk menjual ataupun menyewakan kios atau los tersebut. Jika pun nantinya ada yang terbukti melakukan praktik jual beli atau sewa menyewa kios, maka hak pakainya akan dicabut.
“Semua kios itu sudah ada pedagangnya dan penempatannya dilakukan dengan transparan,” tambah mantan Kepala Dinas Perhubungan itu.
Untuk menghindari praktik jual beli dan sewa menyewa tersebut, pihaknya telah melakukan pembaharuan sistem, yakni bukti autentik hak pemanfaatannya, seperti Buku Ijin Pemanfaatan (BIP) dan Kartu Identitas Pemanfaatan (KIP) sudah teraplikasi. Artinya, database setiap pedagang sudah berbasis digital.
“Di awal-awal memang ada banner bertuliskan ‘dikontrakkan’ lengkap dengan nomor HP-nya. Tapi setelah kami telusuri ternyata itu nomor abal-abal,” tukasnya.
Sementara itu, berdasarkan penelusuran Kabar Madura, beberapa kios yang ditempati oleh pedagang adalah hasil sewa, seperti yang dikatakan salah seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya. Menurutnya, pedagang harus merogoh uang pribadinya senilai Rp2 juta untuk bisa menempati salah satu kios yang ada di lantai dua. Bahkan, pembayaran uang sewa harus dilakukan di awal. Jika tidak, maka kios tidak bisa ditempati.
“Rp2 juta itu untuk sewa kios aja, bayarnya ke yang punya kios sebelumnya. Kalau yang di bawah, kabarnya ada yang sampai Rp2,5 juta hingga Rp3 juta. Tapi di lantai dua ini rata Rp2 juta semua,” terangnya.
Selain itu, pedagang lainnya juga mengakui bahwa kios yang dijaganya itu adalah hasil sewa. Harga sewanya senilai Rp2 juta. Bahkan, ia menyebut, salah satu tetangganya sedang mencari orang yang akan membeli kios yang seharusnya ditempati oleh tetangganya tersebut.
“Punya tetangga saya mau dijual seharga Rp80 juta. Tempatnya cukup strategis,” ungkapnya.
Lain sisi, penghuni kios lantai bawah yang juga enggan disebutkan namanya mengatakan, kios yang ditempati saat ini memang tertera atas namanya. Namun, beberapa tahun silam, sebelum memiliki hak pakai kios, dirinya mengaku membeli kios dengan harga Rp5 juta.
“Sebagian ada yang memang disewakan, seperti di depan ini, kabarnya akan disewakan. Tapi tidak tahu juga kepastiannya,” paparnya.
Sekadar diketahui, dari 1.213 kios yang ada, masih tidak terisi sepenuhnya. Utamanya di blok C dan D yang masih banyak kosong. Berdasarkan data dari Disperindag, sekitar 80 persen kios yang sudah terisi. Sementara 20 persen lainnya masih kosong lantaran pedagang yang seharusnya menempati kios itu masih menuntaskan sisa sewa di pasar atau tempat lainnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pamekasan Tabri menegaskan, pihaknya tidak mengetahui secara utuh terkait persoalan kasus dugaan jual beli kios tersebut. Namun, dia meyakini pihak terkait sudah memahami terhadap pakta integritas yang berlaku.
Untuk itu, pihaknya akan melakukan pengawasan sebagaimana wewenangnya, seperti mengantisipasi adanya pengalihan hak pakai kios dari pedagang yang sudah terdata menempati kios tersebut kepada pedagang yang di luar data Disperindag.
“Kalau dugaan perlu ditelusuri kebenarannya. Kami akan urai dulu problemnya dan problem solving yang ditawarkan eksekutif. Misalnya, karena prospek usaha pedagang (yang seharusnya menempati kios sesuai dengan data) tidak berkembang, baru jalan tiga bulan dan tidak akan gunakan kiosnya, maka itu dilakukan pengembalian ke pemerintah, bukan langsung dialihkan ke pihak lain,” jelas politisi Partai Demokrat itu. (nur/zul)