KABARMADURA.ID | Berawal dari keresahan dan pelestarian terhadap kelestarian budaya Madura, sejumlah pemuda di Bangkalan membentuk komunitas Kasokan. Komunitas yang berdiri sejak tahun 2021 itu berasal dari warisan leluhur Madura. Sementara untuk anggotanya, tidak hanya berasal dari Bangkalan. Namun juga dari Pamekasan, Sampang, dan Sumenep.
HELMI YAHYA, BANGKALAN
Kehadiran komunitas Kasokan untuk terus memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama untuk pemuda, terkait pentingnya menjaga eksistensi budaya Madura. Sebab, selama ini kesenian Madura dinilai kurang diminati oleh pemuda Madura.
Didit, Ketua komunitas Kasokan, mengungkapkan bahwa nama Kasokan itu sendiri berasal dari bahasa Madura yang artinya adil. Kasokan juga mengandung maksud mengiyakan suatu tawaran. Selain itu, juga diartikan sebuah ekspresi tersenyum dan tertawa. Komunitas tersebut aktif bergerak di bidang musik, budaya, dan bahasa halus Madura sejak awal pembentukan.
. “Aktivitas berpikir dan merencanakan apa yang akan kami lakukan sering di lakukan di warung kopi, dan dari gubuk ke gubuk para pegiat,” katanya bercerita.
Tidak hanya itu, selama ini Kasokan juga gencar mempromosikan budaya lokal Madura melalui musik. Mereka sering tampil di kafe dengan karya asli ciptaannya. Didit jga merasa prihatin ketika melihat banyak pemuda yang tidak memahami bahasa Madura halus. Bahkan lebih miris lagi, ketika lebih memahami bahasa daerah lainnya dibandingkan bahasa daerahnya sendiri.
“Kami ingin mengedukasi dan mengembalikan lagi bahasa Madura yang halus kepada masyarakat Madura, baik dengan menggunakan media tulisan di pakaian dan juga lagu-lagu yang menggunakan bahasa Madura halus,” ulas dia.
Dalam lagu-lagu yang suda berhasil diciptakan, banyak yang mengangkat beberapa tulisan sepuh tokoh-tokoh di Bangkalan dan lagu-lagu rakyat. Dia juga menekankan bahwa merawat budaya Madura juga menjadi tanggung jawab generasi muda.
.“Kami semua juga berharap gerakan ini bisa menjadi kesadaran bersama bahwasanya budaya bahasa Madura yang baik dan halus adalah bagian dari Madura yg sebenarnya,” ulas Didit..
“Karena dimanapun orang Madura berpijak tidak boleh menanggalkan kemaduraan-nya. Teriring doa Allahumma estoh lana,” tambah Didit memberikan keterangan.
Komunitas Kasokan berharap masyarakat Madura berkenan untuk membangkitkan lagi kecintaan terhadap bahasa dan budaya Madura di mana pun berada. Sejauh ini respon masyarakat sangat antusias. Hal itu bisa dilihat dari jumlah peminat kaos yang diproduksi mulai cepat habis.
“Pembelinya pun selain dari orang Madura juga ada yang dari Surabaya, Malang, Jakarta, Magelang, Kalimantan, Lumajang, dan Jember. Musik kami pun juga cepat beredar ke tiap sudut Madura dan bahkan luar Madura,” tutupnya.
Redaktur: Muhammad Aufal Fresky