Oleh: Taufik Hasyim*)
KABAR MADURA | Menurut beberapa sumber, Masjid Baiat ini dibangun oleh Dinasti Abbasiah untuk menghormati Abbas bin Abdul Muthalib.
Masjid ini dibangun sebagai penghormatan atas terjadinya bai’atul aqobah, karena di tempat inilah kaum Yatsrib (masyarakat Madinah) melakukan baiat kepada Rasulullah untuk taat dan tidak melakukan syirik.
Ketika itu, Rasulullah SAW ditemani pamannya Abbas bin Abdul Muthalib, yang belum beriman. Meski demikian, dia sangat memperhatikan kepada keponakannya dan sangat menjaga keselamatannya.
Baiat ini terjadi dua kali. Baiat Aqabah pertama terjadi tahun 621 M, yaitu perjanjian antara Rasulullah SAW dengan 12 orang dari Yatsrib/Madinah, yang kemudian mereka memeluk Islam.
Baiat Aqabah ini terjadi pada tahun kedua belas kenabiannya. Kemudian mereka berbaiat (bersumpah setia) kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun isi baiat itu; 1). Penduduk Yatsrib tidak akan menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apa pun; 2). Mereka akan melaksanakan apa yang Allah SWT perintahkan; dan 3). Mereka akan meninggalkan larangan Allah SWT.
Lalu Baiatul Aqobah kedua terjadi pada tahun 622 M. Kali ini perjanjian dilakukan Rasulullah terhadap 73 orang pria dan 2 orang wanita dari Yatsrib. Perjanjian (baiat) ini terjadi pada tahun ketiga belas kenabian.
Mereka menjumpai Rasulullah pada suatu malam. Nabi Muhammad SAW datang bersama pamannya Abbas bin Abdul Muthallib. Meskipun saat itu Abbas masih musyrik, namun ia ingin meminta jaminan keamanan terhadap keponakannya kepada orang-orang Yatsrib itu.
Lalu orang-orang Yatsrib itu berbaiat pada Nabi Muhammad. Isi baiatnya adalah: “mereka akan mendengar dan taat, baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang mereka benci; mereka akan berinfak, baik dalam keadaan sempit maupun lapang; mereka akan beramar ma’ruf dan nahi munkar.”
Mereka juga berjanji agar mereka tidak terpengaruh celaan orang-orang yang mencela di jalan Allah SWT, dan mereka berjanji akan melindungi Nabi Muhammad sebagaimana mereka melindungi para wanita dan anak mereka sendiri.
Menurut sejumlah sumber, masjid kuno ini berukuran 400 meter persegi atau 17 x 29 meter dan tingginya sekitar 7 meter, dinding bagian belakang 2 meter.
Masjid berwarna krem ini dikelilingi
pagar besi berwarna hitam dan dikunci gembok. Sehingga, para peziarah atau jemaah haji, saat musim haji tidak bisa melakukan shalat di sini.
Selain hal tersebut, masjid ini pun tidak memiliki tempat wudhu atau toilet. Namun, para pengunjungnya masih bisa melihat kondisi dari luar atau melihat sebagian ruangan dari jendelanya yang memang dibiarkan terbuka.
Masjid ini sempat terkubur tanah. Namun dalam proses pembangunan
besar-besaran Jamarat, buldozer yang melakukan pengerukan tanah terantuk batu yang sangat keras. Setelah diteliti, ternyata batu keras tersebut merupakan masjid.
Setelah itu, masjid ini dibiarkan seperti apa adanya. Meski demikian, masjid ini tidak difungsikan sebagaimana masjid pada umumnya, hanya sebagai tempat berziarah.
Ada sumber lain ulyang mengatakan bahwa pada saat pembangunan jamarot, masjid ini sempat mau dibongkar dengan dinamit, namun tidak mempan, lalu akhirnya dibiarkan begitu saja.
Inilah salah satu tempat dan peristiwa bersejarah dan merupakan titik balik kemenangan Islam dan kaum muslim yang keberadaannya nyaris terlupakan.
Masjid ini dekat dengan lokasi jumroh aqobah, makanya diberi nama Masjid Baiatul Aqobah.
Wallahu A’lam.
Salam dari Mina.
*) Ketua PCNU Kabupaten Pamekasan
Redaktur: Hairul Anam