Cara KUGAR Bunga Melati Tingkatkan Produksi Garam, Berani Beralih pada Pengelolaan Berbasis Teknologi

Berita, News32 views

KABAR MADURA | Bertani garam menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat pesisir Pamekasan. Namun, hasil dari bertani garam itu kadang tidak cukup untuk menopang kebutuhan sehari-hari. Sebab, produksi garam yang dihasilkan masih tergolong rendah dan harga yang juga tidak menentu. Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, hal itu tidak lagi menjadi masalah bagi petani yang tergabung dalam Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR) Bunga Melati, Desa Majungan, Kecamatan Pademawu.

PAMEKASAN, KHOYRUL UMAM SYARIF

Kelompok usaha garam yang berdiri pada 2015 itu kini sudah tidak lagi memproduksi garam dengan menggunakan cara-cara tradisional. Sejak mendapatkan pembinaan dari pemkab setempat, mereka sudah memproduksi garam dengan mengikuti perkembangan teknologi. Sehingga garam yang dihasilkan meningkat pesat, dari awalnya hanya mampu memproduksi 700 ton sebelum ada sentuhan teknologi, saat ini sudah mencapai 1.870 ton. Bahkan, dengan kualitas garam terbaik.

Baca Juga:  Datangi Kantor Kejari Pamekasan, GUIP Adukan Oknum ASN yang Ditengarai Tidak Netral

“Pada 2015 masih menggunakan sistem biasa, baru pada 2017 sudah mulai sistem integrasi menggunakan geomembran, kalau dulu masih pakai tanah biasa. Alhamdulillah, dari sisi kualitas dan kuantitas lebih maksimal,” papar Ketua Kugar Bunga Melati Aditya Novianto, Rabu (11/12/2024).

Banner Iklan

Adit mengaku, terintegrasinya lahan garam itu sangat dirasakan manfaatkan. Dari sisi keuntungan lebih tinggi dari sebelumnya. Pada tahun ini saja, omzet setiap anggota bisa tembus Rp60 juta hingga 70 juta per musim. Menurut Adit, adanya kelompok usaha ini juga menjadi wadah untuk memupuk prinsip gotong royong, yakni tidak hanya mengejar keuntungan sendiri.

Baca Juga:  Pemkab Sumenep Berkali-kali Gagal Ajukan Bantuan Rumah Prisma untuk Tingkatkan Produksi Garam

“Dari sisi harganya pun lebih tinggi yang sudah menggunakan sentuhan teknologi daripada sebelumnya,” ungkapnya.

Sayangnya, keuntungan yang diperoleh dari memproduksi garam ini hanya bisa dinikmati dalam kurun waktu sekitar 3 bulan hingga 4 bulan dalam tiap tahunnya, tepatnya di musim kemarau saja. Sebab, kata Adit, ketika musim hujan tiba, secara otomatis produksi garam akan terhenti.

Maka dari itu, pihaknya berkeinginan ke depan mampu mengolah garam menjadi layak konsumsi atau garam halus. Sehingga, ketika pasca panen, pihaknya masih memiliki penghasilan dan membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar.

“Harapannya itu, kami ingin ada mesin untuk olah jadi garam halus. Jadi kalau sudah pasca musim kayak sekarang, teman-teman itu kerjanya masih berkelanjutan,” tukasnya. (zul)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *