KABAR MADURA | Oknum kepala sekolah (kasek) dan guru di Kalianget yang diduga bersekongkol dalam pelecehan seksual anak berusia 13 tahun telah dinonaktifkan sementara dari statusnya sebagai aparatur sipil negara (ASN). Oknum ASN itu adalah kepala sekolah dasar (SD) di Kalianget berinisial J serta ibu korban.
Namun sanksi itu mendapat kritikan dari anggota DPRD Sumenep Sami’oeddin, karena dinilai ringan, sementara perilakunya sudah sangat melampaui batas, yang seharusnya memberikan contoh yang baik, tetapi berbuat yang tidak seharusnya dilakukan.
Menurut Sami’oeddin, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep perlu mempercepat ambil tindakan dengan keputusan yang matang dalam memberikan sanksi kepada kedua ASN itu.
“Jika benar, perlakuan itu lebih cocok diberikan sanksi yang sangat amat berat, yakni dipecat atau diberhentikan dari ASN,” katanya, Rabu (4/9/2024).
Perilaku itu, menurutnya, mencerminkan bahwa kedua ASN itu tidak memiliki etika yang bagus dan tidak diimbangi dengan pengetahuan keagamaan dan akhlakul karimah, serta pendidikan karakternya sangat lemah.
Hal senada disampaikan, H Masdawi, bahwa kerusakan moral karena tidak diimbangi dengan pendidikan karakter, sehingga Pemkab Sumenep perlu berbenah. Mengenai sanksi untuk oknum ASN yang mencabuli anak di bawah umur itu, wajib dipecat.
“Jangan sampai ada pilih kasih dan lainnya,” ucap dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep Agus Dwi Saputra mengutarakan, pihaknya sudah memberikan sanksi tegas sesuai regulasi ASN. Mengenai pemecatannya, masih menunggu proses hukumnya inkrah.
Sebenarnya dia ingin memecatnya karena perilakunya tidak terpuji. Namun dia menunggu kepastian hukumnya. Jika telah menerima surat penetapan tersangka dari kepolisian, maka akan diproses.
“Keinginan saya perlu dipecat, kalau ada surat penetapan tersangka dari kepolisian, maka akan diproses,” dalihnya.
Sebelumnya, J telah ditangkap Polres Sumenep karena diduga mencabuli gadis 13 tahun hingga lima kali dengan modus ritual penyucian diri. Ironisnya, tindakan bejat oknum kasek itu atas sepengetahuan ibu korban, yaitu E.
Bahkan, menurut keterangan Kasi Humas Polres Sumenep AKP Widiarti Setyoningtyas, ibu korban yang selalu mengantarkan korban kepada pelaku dan mendapat sejumlah uang setelah J menunaikan hajat bejatnya pada korban.
Da juga menyebut J dan E memiliki hubungan spesial alias pasangan selingkuh. Selama ini sang ibu diiming-imingi dibelikan motor Vespa matic.
Kasus itu terungkap pada 26 Agustus 2024 sekira pukul 16.00 WIB. Saat itu, ayah korban diberitahu oleh keluarganya bahwa putrinya menjadi korban pencabulan.
Ayah korban mendapat keterangan dari keluarganya bahwa putrinya disuruh melakukan hubungan badan dengan J oleh ibu kandungnya sendiri. Awalnya, korban dijemput oleh ibu kandungnya, kemudian diantar ke rumah J dengan alasan akan melaksanakan ritual mensucikan diri.
Korban kemudian diantar masuk ke rumah J, sedangkan ibunya menunggu di luar rumah. Begitu masuk ke dalam rumah, korban disuruh membuka pakaian. Setelah itu J langsung melakukan hubungan badan dengan korban. Setelah selesai, Bunga disuruh keluar rumah dan langsung pulang bersama ibunya.
Saat ini, keduanya ditahan di Polres Sumenep. Atas perilaku tersebut, J dijerat pasal 81 ayat (3) (2) (1), 82 ayat (2) (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sementara ibu korban dijerat pasal tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. (imd/waw)