Wardedy Rosi
Kiat Menjadi Diktator karya Mikal Hem mengusung isu-isu kepemimpinan yang diperoleh dengan jalan korupsi dan despotik. Topik-topik lugas tentang kediktatoran dalam buku ini mendorong pembaca menjelajah berbagai negara yang dipimpin seorang despot. Juga membawa kita ke spirit kepemimpinan Indonesia pra-Reformasi.
Hem membentuk narasi sejarah kediktatoran dalam format tutorial. Seorang calon diktator memiliki berbagai jalan masuk: melalui bantuan asing, via demokrasi, atau politik dinasti. Menjadi seorang diktator bukan hal mudah. Dibutuhkan rencana matang jika hendak merebut alih tampuk kekuasaan, sebab “sejarah banyak dipenuhi usaha-usaha gagal, dan sebuah usaha gagal dapat mengantarkanmu ke pengasingan, atau kalau kau tidak terlalu beruntung, ke pemakaman,” tukas Hem.
Dalam Kiat Menjadi Diktator, Hem menawarkan sejumlah langkah-langkah ampuh untuk merebut kepemimpian sebuah negara, salah satunya dengan kudeta. Di Paraguay, misalnya, kudeta kepemimpinan terjadi 45 kali selama seratus tahun terakhir. Namun, jika ingin melakukan kudeta, seseorang hendaknya memperhatikan tiga faktor, yaitu pertumbuhan ekonomi rendah, independensi politik, dan kekuasaan terpusat.
Tentu saja kediktatoran tidak hanya beroperasi di negara-negara Barat. Di Indonesia sendiri, kediktatoran yang keji pernah melewati sejarah pada masa Orde Baru ketika Soeharto menguras kekayaan negara dengan modus kejam. Orang-orang yang dianggap subversif takkan pernah hidup tenteram. Akumulasi bengis 32 tahun kekuasaan Soeharto inilah yang menyebabkan meletusnya tragedi 1998 di mana kudeta atas kepemimpinannya mustahil dielakkan. Akhirnya, untuk menghindari kediktatoran, konstitusi Indonesia berikhtiar membatasi masa jabatan seorang presiden menjadi dua periode.
Kekayaan para diktator yang dikumpulkan melalui korupsi dan kekerasan di sepanjang masa kekuasannya—sebagaimana pemerintah Orde Baru—inilah yang tak mungkim Hem Hindari dengan membahasnya pada bab “Cara Menjadi Kaya”. Salah satu alasan penting menjadi diktator, yaitu motif menyejahterakan diri sendiri. Selalu ada ketidakjelasan soal jumlah persis kekayaan para diktator. Kalau perlu, mereka akan mengelabui media massa untuk menutupi aktivitas korupnya. Di Indonesia, sejak rezim Orde Baru hingga kini, para penguasa terbiasa membatasi aktivitas jurnalisme dengan banyak cara, mulai jalan pembredelan, suap, hingga membeli atau memiliki media massa.
Karya penulis Oslo ini memang relevan dengan sejarah politik Indonesia hingga ke lapisan hasrat seksual. Hem meriwayatkan selera seks luar biasa diktator pada bab “Main Perempuan”—semacam satu elemen yang tak boleh hilang dalam trinitas suci kekuatan sosok alpha male: harta, takhta, wanita. Pada masa kekuasaannya, Soekarno memiliki banyak perempuan. Ia dikenal sebagai presiden penggila wanita. Hem menganggap kegandrungan seorang pemimpin kepada perempuan merupakan perilaku wajar. “Apa pun alasannya, sebagai diktator kau biasanya punya akses untuk segala aktivitas kelamin yang kauinginkan,” jelas alumnus Universitas Oslo tersebut.
Tentu, menjadi seorang diktator tidak hanya meraup segunung keuntungan, tetapi juga diteror mara bahaya, bahkan mengundang maut. Hem memberi contoh Fransisco Macias Nguema di Guinea Khatulistiwa yang dijatuhi hukuman mati 101 kali. Setalah berkuasa, pergerakan para eks diktator pun dibatasi karena banyak negara yang menolak mereka. Juga ancaman pidana atas kejahatan mereka selama memimpin.
Selain menawarkan beberapa kiat menjadi diktator, Hem membubuhkan bab pamungkas sebagai bentuk peringatan bahwa seorang diktator harus sadar kapan dirinya mesti pensiun. Baginya, seorang diktator tidak boleh mengakui kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat. Seorang diktator yang sukses akan pandai menepis tuduhan-tuduhan yang diarahkan ke batang hidungnya.
Wardedy Rosi bergiat di Universitas Madura, Sivitas Kotheka, dan Lesbumi Pamekasan.
Judul : Kiat Menjadi Diktator
Penulis : Mikal Hem
Penerjemah : Irwan Syahrir
Penerbit : Marjin Kiri
Tahun : September, 2023
Tebal : vi + 191 halaman
ISBN : 978-6020788-46-3