KABAR MADURA | Tellasan Topa’ yang dirayakan setiap H+ 8 Idulfitri oleh masyarakat Madura, memiliki makna cukup mendalam. Bahkan, anyaman dari daun kelapa atau daun siwalan yang disebut janur itu, diyakini memiliki makna yang cukup filosofis bagi umat Islam.
“Sebenarnya itu sumbernya dari Sunan Kalijaga, kemudian sampai ke Madura, bahkan ke Malaysia,” demikian kata budayawan masyhur asal Sumenep, D. Zawawi Imron, Rabu (17/4/2024).
Kata D. Zawawi, Sunan Kalijaga pertama kali memperkenalkan pada masyarakat Jawa dengan membudayakan dua kali bakda, yaitu bakda tellasan (idulfitri) dan bakda kupat yang dimulai sepekan sesudah tellasan.
Tellasan juga diyakini berkaitan hadist Rasulullah, yakni; barangsiapa yang berpuasa Ramadan, kemudian ia ikuti dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, ia akan mendapat pahala seperti setahun penuh.
“Itu bisa saja dikatakan bahwa tellasan topa‘ merayakan puasa syawal itu,” papar budayawan dan penyair asal Batang-batang, Sumenep itu..
Budayawan yang dikenal dengan sapaan Pak D itu mengakui, masyarakat Madura yang membuat tradisi itu sendiri, karena tidak ada dalam ajaran Islam. Namun karena memiliki nilai kebaikan, menurutnya perlu dilestarikan.
“Meski orang Madura agebei tellasan tibi’ (membuat lebaran sendiri) itu bagus, karena topa’ itu bisa membuat makan bersama, serta diantarkan ke musala atau masjid, setelah itu membaca surat yasin dan tahlil bersama, setelah itu dimakan bersama,” ujarnya.
Kata penulis puisi Celurit Emas itu, tellasan topa’ dimaknai dengan tandha pangesto setelah berpuasa, yang pahalanya sama seperti satu tahun itu.
“Makanya masyarakat melakukan tandha pengesto atau silaturrahim untuk mendapatkan keberkahan. Bagi yang tidak berpuasa Syawal berarti masyarakat ikut merayakan orang yang berpuasa Syawal itu,” urai budayawan berusia 79 tahun itu.
Janur yang merupakan daun muda kelapa atau siwalan untuk bahan baku ketupat itu, kata Zawawi, sebenarnya diambil dari bahasa Arab, yakni ja’a nur, yang artinya telah datang cahaya. Sedangkan bentuk ketupat dalam segi empat itu diibaratkan sebagai hati manusia.
“Saat orang sudah mengakui kesalahannya, maka hatinya seperti ketupat yang dibelah, pasti isinya putih bersih, hati yang tanpa iri dan dengki,” ucap dia.
Di Madura, terdapat berbagai macam ketupat (topa’). Topa’ sango merupakan ketupat yang umumnya dibuat, bentuknya segi empat dan biasa dibawa ke mana-mana. Selain itu, banyak jenis ketupat lain, seperi topa’ masjid, lobar, jaran, topa’ katak, topa’ toju’, topa’ bhabang, dan banyak lagi.
“Ini hanya seni saja, tetapi, isi dari tellasan topa’ untuk mempererat persaudaraan dan saling berbagi makanan sama satu dengan lainnya. Dan yang berkaitan dengan agama adalah tellasan topa’ yakni tandha pangesto setelah berpuasa sunnah di bulan Syawal,” demikian urai Zawawi Imron.
Pewarta: Imam Mahdi
Redaktur: Wawan A. Husna